Sabtu, 04 Desember 2010

KI AGENG NGALIMAN DALAM SEJARAH...by ngatas angin

KI AGENG NGALIMAN DALAM
SEJARAH
Berdirinya sebuah negara atau
daerah termasuk Nganjuk yang
dikenal sebagai Bumi Anjuk
Ladang, tentu tidak terlepas dari
sejarah perjuangan masa lampau,
para leluhur, atau nenek moyang
yang telah babad alas, hingga
tumbuh dan berkembang seperti
sekarang ini.
Pada saat para wisatawan yang
akan menikmati indahnya air
terjun Sedudo, di dekat pintu
gerbang obyek wisata akan
menjumpai lokasi makam yang
disebut makam Ki Ageng
Ngaliman. Bagaimana sejarhnya ?.
Berdasarkan data dan informasi
yang direkam oleh Tim
Penelusuran Sejarah Ngaliman
yang melibatkan berbagai nara
sumber baik yang berada di
daerah Ngliman antara lain Mbah
Iro Karto (sesepuh masyarakat),
Drs. Sumarsono (Kades Ngliman),
Parmo (Mantan Kades Ngliman) ,
Suprapto (mantan Kades Sidorejo)
, Imam Syafi ’i (Juru Kunci
Makam), Sumarno (Kamituwo),
Sarni (Jogoboyo) maupun nara
sumber yang berada diluar daerah
Ngliman antara lain Kyai Ahmad
Suyuti (Ngetos), KH. Qolyubi
(Keringan), KH. Moh. Huseini
Ilyas (Karang Kedawang ,
Trowulan Mojokerto). KH. Moh.
Huseini Ilyas ini merupakan salah
satu keturanan Ki Ageng Ngaliman
Gedong Kulon, maka tersusunlah
tulisan seperti di bawah ini.
Di Desa Ngliman terdapat dua
makam yang sama-sama disebut
Ki Ageng Ngaliman. Akan tetapi
guna membedakan kedua makam
tersebut maka digunakan
sebutan :
a. Makam Gedong Kulon ;
b. Makam Gedong Wetan.
Ki Ageng Ngaliman Gedong Kulon
Ki Ageng Ngaliman dimakamkan
di Desa Ngliman Kecamatan
Sawahan + 50 Meter sebelah
selatan Balai Desa Ngliman. Beliau
dimakamkan bersama-sama
dengan para sahabat dan
pengikutnya. Dalam satu
kompleks bangunan makam
tersebut terdapat enam makam
antara lain :
a. Ki Ageng Ngaliman ;
b. Pengeran Pati ;
c. Pangeran Kembang Sore ;
d. Pangeran Tejo Kusumo ;
e. Pangeran Blumbang Segoro ;
f. Pangeran Sumendhi.
Menurut nara sumber dari
Ngliman bahwa di pintu depan
Makam Ki Ageng Ngaliman
terdapat gambar bintang, kinjeng,
ketonggeng, burung dan bunga
teratai. Gambar-gambar tersebut
kemungkinan menunjukkan
makna tersendiri, namun sampai
saat ini penulis belum bisa
mengungkapkannya.
Ki Ageng Ngaliman berasal dari
Solo Jawa Tengah. Ketika
Surakarta digempur oleh Belanda,
maka oleh Nur Ngaliman yang
pada waktu itu menjabat sebagai
Senopati Keraton Surakarta
dengan sebutan Senopati
Suroyudo, Keraton Surakarta
dikocor secara melingkar dengan
air kendi. Akibat dari tindakan
tersebut kendaraan pasukan
Belanda luluh, waktu masuk
keraton seperti masuk sarang
angkrang, akhirnya beliau ditemui
oleh Nabi Khidir agar menemui
sanak saudaranya yang ada di
Karang Kedawang Trowulan
Mojokerto.
Ki Ageng Ngaliman masih
keturunan Arab dan mempunyai
anak sebanyak 21 orang.
Keterangan ini diperoleh dari
salah satu keturunan Ki Ageng
Ngaliman yang bernama KH.
Huseini Ilyas. Perang di Solo
tersebut melibatkan kaum Cina
yang dikenal dengan sebutan
Perang Gianti pada sekitar tahun +
1720 M. (sumber : KH. Qolyubi).
SILSILAH KI AGENG NGALIMAN
menurut KH. Huseini Ilyas adalah
RONGGOWARSITO ----- NUR
FATAH ----- NUR IBRAHIM -----
SYEH YASIN SURAKARTA -----
NUR NGALIMAN/ SENOPATI
SUROYUDO ----- MUSYIAH -----
I L Y A S ----- KH. HUSEINI
ILYAS (TROWULAN
MOJOKERTO)
Perjalanan Hidupnya KH. Qolyubi
tokoh ulama asal Kelurahan
Mangundikaran itu berpendapat
bahwa aktifitas yang dilakukan Ki
Ageng Ngaliman adalah untuk
mempersiapkan perjuangan
melawan Belanda dengan
diadakan pelatihan fisik dan
mental yang bertempat di
Padepokan yang sampai saat ini
disebut Sedepok, dan di Sedudo
yang letaknya di Puncak Gunung
Wilis. Perjuangan tersebut
ditujukan guna memerangi
Pemerintah Belanda yang sedang
ikut mengendalikan pemerintahan
di Kasultanan Surakarta.
Dasar pemikiran yang
melatarbelakangi hijrahnya Ki
Ageng Ngaliman dari Solo ke
Nganjuk adalah karena Nganjuk
merupakan wilayah Kasultanan
Mataram sehingga juga berguna
untuk menghindari kecurigaan
maka Ki Ageng Ngaliman melatih
prajuritnya menetap di daerah
Nganjuk yang merupakan wilayah
kasultanan Mataram. Sehingga
terjadilah kepercayaan bahwa
siapa saja yang menyebut nama
Kyai Ageng Ngaliman akan mati
dimakan binatang buas sebab
memang beliau dirahasiakan
namanya agar supaya tidak
diketahui oleh Kasultanan Solo.
Dalam perjalanan waktu menurut
cerita bahwa desa Kuncir asal
usulnya dari murid Ki Ageng
Ngaliman yang meninggal dalam
perjalanan di tempat tersebut, dia
adalah seorang cina yang waktu
itu cina memakai rambut yang
dikuncir/dikepang sehingga
tempat meninggalnya murid Ki
Ageng Ngaliman tersebut di sebut
Desa Kuncir.
Dari uraian tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Ki
Ageng Ngaliman merupakan
seorang Kyai yang mempunyai
keahlian nggembleng ulah
kanuragan keprajuritan. Bagi
masyarakat Ngliman, karomah
yang dirasakan sampai saat ini
adanya ketentraman dan
kedamaian dalam kehidupannya.
Mengingat Ki Ageng Ngaliman
yang mempunyai keahlian
neggembleng ulah kanuragan
keprajuritan maka banyak pusaka
yang ditinggalkannya. Ki Ageng
Ngaliman masih mempunyai
peninggalan berupa tanah di
depan Masjid Ngaliman sehingga
oleh perangkat dusun waktu itu
tanah tersebut dibangun sebuah
tempat yang disebut dengan
Gedong Pusaka dan peninggalan
pusakanya Ki Ageng Ngaliman di
tempatkan di Gedong pusaka
tersebut. Sebenarnya pusaka Ki
Ageng Ngaliman cukup banyak
tetapi ada yang dicuri orang
sehingga yang ada di Gedong
Pusaka saat ini hanya ada
beberapa pusaka.
Berdasarkan nara sumber dari
Ngliman bahwa yang berada dan
disimpan digedong pusoko antara
lain :
a. Kyai Srabat ; (Hilang tahun
1976)
b. Nyai Endel ; (Hilang tahun
1976)
c. Kyai Berjonggopati; (Hilang
tahun 1949 saat klas Belanda
kedua)
d. Kyai Trisula ; (Hilang tahun
1949 saat klas Belanda kedua)
e. Kyai Kembar
f. Dalam bentuk Wayang antara
lain : Eyang Bondan, Eyang Bethik,
Eyang Jokotruno, Kyai Panji, dan
Nyai Dukun
g. Kamar 1 buah
h. Kotak Wayang Kayu 1 buah
i. Terbang
j. Almari tempat pusaka 2 buah
k. Tempat Plandean Tumbak
Pada bulan Suro diadakan jamasan
pusaka Ki Ageng Ngaliman dan
dikirap mengelilingi Desa
Ngliman.
Air terjun yang ada di Ngliman
sebenarnya banyak sekali antara
lain : Sedudo, Segenting, Banyu
Iber, Banyu Cagak, Banyu Selawe,
Toyo Merto, Tirto Binayat, Banyu
Pahit, Selanjar dan Singokromo.
Sedangkan yang mudah dan bisa
dikunjungi adalah Sedudo dan
Singokromo. Sedangkan yang
lainnya seperti Banyu Cagak,
Banyu Selawe, Banyu Iber hanya
bisa dikunjungi dengan jalan
setapak. Adapun air yang paling
besar adalah Air terjun Banyu
Cagak. Menurut pendapat dari
Bapak Sarni (Jogoboyo Ngliman)
bahwa untuk pengembangan
Wisata perlu dibangun kolam
renang di Ganter dan dibuatkan
perkemahan.
Ki Ageng Ngaliman Gedong
Wetan
Makam Ki Ageng Ngaliman
Gedong Wetan terletak di Desa
Ngliman + 100 M ke arah timur
dari Kantor Desa Ngliman.
Mbah Iro Karto maupun KH.
Qolyubi berpendapat bahwa Ki
Ageng Ngaliman Gedong Wetan
adalah keturunan dari Gresik.
Menurut sejarah telah disepakati
bahwa setiap pengangkatan Sultan
yang dinobatkan terutama dari
keturunan Demak harus mendapat
restu dari keturunan Giri Gresik.
Hal ini disebabkan karena sewaktu
kerajaan Majapahit runtuh, oleh
wali 9 yang diangkat menjadi
Sultan adalah Kanjeng Sunan Giri.
Setelah 100 hari setengah
riwayatnya 40 hari, kesultanan
dihadiahkan kepada Raden Patah.
Hal ini untuk menghindari citra
bahwa Raden Patah merebut
kekuasaan dari ayahnya sendiri.
Dengan demikian setiap
pergantian Sultan Demak yang
menobatkan adalah keturunan
Kanjeng Sunan Giri. Setelah
kasultanan Pajang runtuh, Sultan
Hadiwijoyo pindah ke Mataram.
Dengan kejadian ini terjadi silang
pendapat didalam keluarga Giri.
Diantara keluarga yang tidak
setuju dan kalah suara menyingkir
ke Ngliman dan menyebarkan
agama Islam di Ngliman yang
kemudian dimakamkan di Ngliman
Gedong Wetan, Karena beliau
lebih cenderung pada keturunan
Demak Asli.
Kemudian kepergian beliau
ditelusuri oleh orang Demak asli
bernama Dewi Kalimah yang
kemudian meninggal dan
dimakamkan di Kebon Agung.
Rentang waktu antara Ngaliman
Gedong Wetan dengan Ngaliman
Gedong Kulon terpaut waktu
antara + 200 tahunan. Lebih tua
Gedong Wetan. Setelah Ngaliman
Gedong Wetan meninggal,
keluarganya diboyong ke Kudus.
Demikian hasil penelusuran
sumber sejarah mengenai riwayat
Ki Ageng Ngaliman yang
dihimpun dari berbagai nara
sumber mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi pengembangan
obyek wisata religius. Dasar
pemikiran yang sangat sederhana
ini mudah-mudahan ada gayung
bersambut dari pihak-pihak
terkait guna pengkajian yang lebih
mendalam.
Dari uraian tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
1. Beliau yang dimakamkan di
Ngaliman Gedong Kuolon berasal
dari Solo Jawa Tengah dan masih
keturunan Arab dan merupakan
Senopati Perang Keraton Solo
yang bernama Senopati Suroyudo.
Perpindahan tersebut terjadi pada
saat pergolakan Perang Gianti
sekitar abad 17.
2. Ki Ageng Ngaliman Gedong
Kulon adalah Kyai yang ahli dalam
hal penggemblengan ilmu
kanuragan. Ini bisa di buktikan
bahwa di Desa Ngaliman tidak ada
Pondok Pesantren namun yang
ada tempat peninggalan untuk
latih keprajuritan dan beberapa
pusaka.
3. Beliau yang dimakamkan di
Gedong Wetan berasal dari Gresik
Jawa Timur sekitar abad 15 saat
terjadi silang pendapat tentang
penentuan orang yang menjabat
sebagai raja di kerajaan Demak
Kirab Pusoko
Tempat atraksi wisata budaya
berupa Kirab Pusoko dipusatkan di
Gedung Pusoko Desa Ngliman
Kecamatan Sawahan. Acara Kirab
Pusoko digelar setiap bulan
Maulud (dikaitkan dengan Bulan
Kelahiran Nabi Muhamad, SAW),
pada acara Kirab Pusoko ini selain
acara yang sudah bersifat pakem,
diisi pula pemeran produk
unggulan penunjang dunia
kepariwisataan. Dengan demikian
nampak lebih semarak.
Kirab pusaka biasanya dimulai
sekitar pukul 09.00 itu berawal
dari Dukuhan Bruno berjalan
berarak-arakan menuju Gedung
Pusoko berjarak sekitar 2,5 km.
Saat itu pula warga di masing-
masing pedukuhan mengadakan
selamatan, dengan suguhan
jajanan pala kependem. Yaitu
seperti ketela, ubi, garut, kacang
tanah dan lain-lainnya.
Pusoko yang dikirab berjumlah
enam buah, sebagian banyak
berupa wayang kayu. Kecuali Kyai
Kembar yang berbentuk Cundrik
Lar Bangao. Keenam pusaka itu
ialah Kyai Bondan, Kyai Djoko
Truno, Kyai Bethik, Kyai Kembar,
dan Eyang Dukun serta Eyang
Pandji. Masyarakat sekitar
mempercayai bahwa pusaka-
pusaka itu banyak membawa tuah
diantaranya untuk keberhasilan
dunia pertanian dan juga berkah
kesehatan. Sebab, seperti
dituturkan oleh Sang Juru Kunci
Gedung Pusoko Ngalimin (65),
konon ceritanya dulu kala ketika
Desa Ngliman diserang wabah
penyakit termasuk tanaman
pertaniannya, Kyai Bondan dan
Kyai Djoko Truno keliling desa
dengan ditandai bunyi klintingan.
“ Karenanya, di daerah Ngliman
dan sekitarnya, walaupun bayi
dilarang mengenakan klinting ”
tambah mBah Ngalimin.
Acara ini tidak ada kaitannya
dengan agama., Bahkan, acara
seperti itu bisa saling melengkapi
kasanah budaya khususnya budaya
jawa. Oleh karenanya, kedepan
acara serupa bisa dikemas sebagai
sebuah atraksi wisata budaya yang
layak jual.

Comments :

0 komentar to “KI AGENG NGALIMAN DALAM SEJARAH...by ngatas angin”

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 by NGETOS

Template by Creative555 | Powered by Nazwa